Kampung Jahe Merah di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang, berkembang menjadi contoh sukses urban farming yang menggabungkan ketahanan pangan, kesehatan, dan identitas lokal. Program ini dimulai pada Juli 2019 dengan dukungan Pemerintah Kota Malang dan Bank Indonesia yang menyediakan bibit dan polybag. Warga bersama Kelompok Wanita Tani (KWT) RW 7 RT 3 mengubah pekarangan rumah menjadi kebun herbal produktif.

Ketua KWT, Hernanik Sulistiowati, mengatakan jahe merah dipilih karena dipercaya meningkatkan daya tahan tubuh. Selain itu, mereka menanam kunyit putih, lengkuas, lidah buaya, serta sayuran dan buah seperti kangkung, sawi, bayam merah, bawang prei, strawberry, jeruk, dan mangga.

Wali Kota Malang, Sutiaji, mengapresiasi inisiatif warga dan mendorong Kota Malang menjadi Kota Herbal. Ia menekankan urban farming penting untuk ketahanan pangan dan kesehatan, serta berkomitmen memperluas program ini.

Urban farming juga memberi dampak ekonomi positif. Hernanik menambahkan kebun herbal membantu warga mengurangi ketergantungan pada pasar dan mengolah hasil panen menjadi produk bernilai jual, meningkatkan pendapatan keluarga sekaligus menyediakan bahan konsumsi sehari-hari.

Kampung Jahe Merah menjadi pusat edukasi masyarakat. Warga belajar teknik budidaya, manfaat kesehatan tanaman herbal, dan cara mengolahnya menjadi produk olahan, memperkuat kesadaran akan gaya hidup sehat dan mandiri.

Keberhasilan Kampung Jahe Merah menginspirasi kampung lain di Malang, seperti Kelurahan Ciptomulyo yang fokus pada budidaya lidah buaya. Kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan swasta menunjukkan urban farming bisa menjadi solusi inovatif menghadapi tantangan pangan dan kesehatan perkotaan.

Melalui inisiatif ini, Kampung Jahe Merah menciptakan lingkungan hijau, sehat, dan identitas komunitas mandiri. Model ini diharapkan dapat direplikasi di daerah lain, menjadikan urban farming bagian integral dari kehidupan perkotaan berkelanjutan.