Bubur sumsum masih menjadi salah satu jajanan tradisional yang digemari masyarakat Malang. Teksturnya yang lembut dengan kuah gula merah hangat membuat makanan ini selalu berhasil membangkitkan selera, baik disantap pagi maupun sore hari.

Di sejumlah pasar tradisional, bubur sumsum sering dijajakan bersama aneka kudapan lain. Penjual biasanya menghidangkan bubur putih ini dengan tambahan mutiara, candil, hingga ketan hitam, sehingga tampilan dan rasanya semakin menggoda.

Harga bubur sumsum di pasar masih sangat terjangkau. Cukup dengan uang receh, pembeli bisa menikmati satu porsi bubur yang mengenyangkan sekaligus menghangatkan tubuh. Tak heran, jajanan ini sering diburu oleh para pengunjung pasar tradisional.

Selain cita rasa yang manis gurih, bubur sumsum juga dikenal sebagai kuliner bernilai nostalgia. Banyak warga Malang mengingat bubur ini sebagai camilan masa kecil yang sering dibuatkan oleh orang tua atau nenek di rumah.

Pedagang bubur sumsum di pasar biasanya mulai berjualan sejak pagi hari. Beberapa di antaranya sudah menyiapkan dagangan sebelum subuh, sehingga para pembeli yang datang belanja pagi bisa langsung menikmati kudapan hangat tersebut.

Daya tarik bubur sumsum tidak hanya terletak pada rasanya, tetapi juga kesederhanaan proses pembuatannya. Tepung beras, santan, daun pandan, dan gula merah menjadi bahan utama yang mudah ditemukan, namun mampu menghasilkan sajian yang digemari lintas generasi.

Meski kini banyak camilan modern bermunculan, bubur sumsum tetap memiliki tempat istimewa di hati masyarakat. Keaslian cita rasa serta harga yang ramah kantong membuat kuliner ini tidak pernah lekang oleh waktu.

Kehadiran bubur sumsum di pasar tradisional Malang menjadi simbol bahwa makanan sederhana pun bisa menghadirkan kehangatan. Lebih dari sekadar jajanan, bubur sumsum adalah bagian dari cerita kuliner lokal yang terus hidup hingga kini.