Kuburan Londo, atau TPU Nasrani Sukun, sempat menjadi destinasi wisata sejarah populer di Kota Malang. Dibangun pada 1920 oleh pemerintah Belanda, kuburan ini menyimpan makam tokoh penting kolonial, termasuk pendiri RS Lavalette dan Sekolah Pendeta Balewiyata. Ornamen khas Belanda seperti patung malaikat dan makam marmer menambah daya tariknya.

Seiring waktu, Kuburan Londo mengalami penurunan perhatian. Menurut Hariani dari Pokdarwis Kuburan Londo, sejak pandemi COVID-19 kompleks ini tidak lagi dikembangkan. Minimnya dukungan dan koordinasi pihak terkait membuat aktivitas wisata berhenti.

Sebelum pandemi, Kuburan Londo populer untuk program Dark Tourism, dengan pengunjung menjelajahi pemakaman malam hari. Antusiasme tinggi membuat Pokdarwis membuka hingga tiga sesi tur. Namun kini program itu terhenti, dan hanya Hariani yang masih aktif mengurusnya.

Meski begitu, kuburan ini masih menarik bagi pencinta sejarah. Makam dengan simbol Freemason milik Dr. Eyken dan Pieter Allaries menjadi daya tarik unik. Mahasiswa dan komunitas sejarah juga kerap mengunjunginya untuk meneliti masa kolonial.

Pada November 2024, komunitas Jelajah Malang bersama Pokdarwis mengadakan tur sejarah “Jelajah Koeboeran Londo” untuk memperkenalkan cerita di balik makam bersejarah. Kegiatan seperti ini masih jarang dan belum menjadi program rutin.

Para penggiat sejarah berharap ada komitmen dari berbagai pihak untuk menghidupkan kembali Kuburan Londo sebagai destinasi wisata edukatif. Dengan pengelolaan yang baik, tempat ini bisa menjadi sumber pembelajaran sejarah bagi generasi muda dan wisatawan.

Kuburan Londo bukan sekadar pemakaman, tapi saksi bisu perjalanan sejarah Kota Malang dari masa kolonial hingga kini. Dengan potensi sejarah yang kaya, kuburan ini layak dilestarikan dan dikembangkan sebagai warisan budaya yang bisa dinikmati masyarakat luas.