Gedung Sarinah di Malang menyimpan sejarah panjang yang mencerminkan transformasi kota dari masa ke masa. Bangunan ini berada di sudut Jalan Basuki Rahmat dan Merdeka Utara, persis menghadap Alun-Alun Kota Malang. Dahulu sebagai rumah dinas bupati, sekarang ia dikenal sebagai pusat pertokoan yang legendaris.
Awalnya, Sarinah dibangun pada sekitar tahun 1820 sebagai kediaman resmi Bupati Malang pertama, Raden Toemenggeong Notodiningrat. Setelah beliau wafat pada 1839, Pemerintah Belanda mengambil alih dan mengubah fungsi bangunan tersebut menjadi Societeit Concordia—tempat hiburan khusus untuk elit kolonial yang sering digunakan sebagai ruang bersosialisasi bagi pejabat dan warga Eropa.
Setelah Indonesia merdeka, Gedung Sarinah beralih fungsi lagi. Pada Februari hingga Maret 1947, gedung itu menjadi lokasi Sidang Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Sidang penting tersebut berperan sebagai cikal bakal lembaga legislatif nasional. Kehadiran sidang ini menegaskan bahwa Malang pernah menjadi pusat kegiatan politik strategis pada masa awal kemerdekaan.
Sayangnya, saat berlangsungnya Agresi Militer Belanda, gedung bersejarah itu dibakar sebagai bagian dari strategi “bumi hangus” agar tidak dapat digunakan oleh musuh. Kebakaran itu menghancurkan bangunan asli dan meninggalkan sejarah dalam bentuk kenangan pada masyarakat yang sempat melihatnya secara langsung.
Setelah masa perang, Gedung Sarinah dibangun kembali pada era 1970-an dengan desain dan fungsi yang berbeda. Pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta untuk merancang sebuah pusat pertokoan modern. Bangunan baru terdiri dari beberapa lantai, menyajikan ruang ritel, restoran, dan ruang serbaguna yang melayani kebutuhan publik dengan gaya yang saat itu tergolong lebih modern dibanding bangunan-bangunan lama.
Pada dekade 1990-an, Sarinah makin disegani masyarakat ketika sejumlah tenant besar mulai bergabung. Toko swalayan besar, restoran cepat saji, dan bioskop masuk ke dalam daftar penyewa, menjadikan gedung ini tempat favorit berbagai kalangan mulai dari keluarga hingga pelajar. Keberadaan Sarinah mengukuhkan dirinya sebagai ikon kehidupan urban di Malang.
Meski demikian, kemunculan pusat perbelanjaan baru di berbagai sudut kota secara bertahap mengurangi dominasi Sarinah. Jumlah pengunjung mulai menurun ketika pilihan modern bermunculan. Untuk tetap relevan, Sarinah melakukan beberapa renovasi dan perawatan, termasuk menyederhanakan monumen KNIP di halaman gedung agar lebih ringkas dan mudah dijaga.
Kini, meskipun tidak lagi semarak dulu, Sarinah tetap menjadi simbol identitas kota Malang. Lantai pertama masih berfungsi sebagai area ritel, lantai tiga diisi dengan kafe dan bioskop, sedangkan lantai dua direncanakan menjadi lokasi bagi pedagang setelah kebakaran Malang Plaza. Warga tetap melihat Sarinah bukan hanya sebagai tempat belanja, tapi sebagai penanda sejarah dan warisan budaya kota yang terus berdiri di tengah perubahan zaman.
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *